Kata “Kurban” diambil dari kata Bahasa arab, di dalam Al-Quran terdapat tiga kata dasar dengan pengertian kurban yaitu kata “nahr”, dan “qurban”,
Kata pertama, “nahr” , yang berarti “dada” atau makna lainnya adalah menyembelih dengan mengenai bagian dada, kata ini diambil dari Firman Allah SWT dalam Q.S Al Kautsar ayat 1-2:
إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
Kata kedua, qurban atau qaraba berarti dekat, kata ini yang paling sering muncul dalam penyebutan bahasa Indonesia seperti ibadah kurban atau berkurban, kurban yang berarti dekat dapat dimaksudkan sebagai upaya setiap umat muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al Maidah ayat 27:
۞وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱبۡنَيۡ ءَادَمَ بِٱلۡحَقِّ إِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانٗا فَتُقُبِّلَ مِنۡ أَحَدِهِمَا وَلَمۡ يُتَقَبَّلۡ مِنَ ٱلۡأٓخَرِ قَالَ لَأَقۡتُلَنَّكَۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ
Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.
Kata lain yang muncul dalam pembahasan qurban adalah Udhiyah atau Adhah memiliki arti hewan ternak yang disembelih pada hari raya Idhul Adha atau hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah sebagai wujud pendekatan diri kepada Allah swt sebab menyambut kedatangan hari tersebut.
Menurut ‘Abd Rahmân al-Jazîrî dalam kitabnya al-fiqh ‘ala Madzhabil Arba’ah mengartikan qurban adalah hewan ternak yang disembelih atau dikurbankan dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT pada hari-hari idhul kurban.
Hukum melaksanakan ibadah qurban para ulama berbeda pendapat. Imam Abu Hanifah r.a menyatakan hukum ibadah qurban adalah wajib, dilaksanakan setiap tahunnya bagi yang mampu dan telah mukim (menetap disuatu daerah). Sedangkan pendapat Abu Yusuf dan mayoritas ulama pada umumnya bersepakat hukum ibadah qurban adalah Sunnah Muakad yaitu tidak sampai pada hukum wajib namun makruh untuk ditinggalkan kepada mereka yang mampu karena perbuatan ini sangat dianjurkan untuk dilakukan, diambil dari perbuatan yang sering rasulullah kerjakan dan sangat jarang untuk beliau tinggalkan. Dari kalangan Syafi’iyah mengatakan hukum qurban merupakan sunnah ain bagi setiap individu dan menjadi sunnah kifayah dalam keluarga. Ibadah qurban tidak disunahkan bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji, pendapat ini dikemukakan oleh kalangan Malikiyah.
Hukum qurban menurut padangan Ushul Fiqh adalah bagian dari syariat hukum yang disebut Syar’u Man Qablana yaitu syariat hukum yang telah ada sebelum masa Nabi Muhammad saw. Disebutkan qurban sendiri telah ada pada masa nabi Adam a.s, sebagaimana diceritakan dalam Firman Allah SWT dalam Q.S Al Maidah ayat 27 yang menceritakan perselisihan putra nabi Adam a.s, yaitu Habil dan Qabil dalam menentukan pasangan, kemudian turun perintah Allah swt untuk memberikan perintah berkurban sebagai tanda kelayakan diantara pilihan mereka dan menyelesaikan perselisihan. Hukum Qurban juga disyariatkan pada masa nabi Ibrahim a.s. diceritakan pada masa itu Allah swt awalnya ingin menguji ketaatan Nabi Ibrahim a.s beserta putranya Ismail a.dengan diberikan perintah untuk menyembelih Ismail lalu keduanya menjalankan perintah tersebut, atas keteguhan dan ketakwaan nabi Ibrahim dan nabi Ismail a.s yang rela dikorbankan, ketika ujung bilah pisau menempel pada leher nabi Ismail Allah swt kemudian menggati Ismail dengan seeokor domba sebagaimana diceritakan dalam Firman Allah swt Q.S As Saffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Pada sebuah hadist disebutkan Nabi Muhammad saw menyebutkan ibadah qurban adalah Sunah Ibrahim.
“Aku ataupun mereka berkata: “Ya rasulullah apakah yang dimaksud dengan ibadah kurban itu? Rasulullah menjawab “Sunnah bapakmu nabi Ibrahim”. Mereka bertanya apa manfaatnya bagi kami? Jawab Rasulullah “dari tiap helai bulunya adalah kebaikan” Mereka bertanya lagi bulu hewan itu ya Rasulullah? Jawab Rasul “Tiap helai bulunya adalah kebaikan.” (H.R Ahmad dan Ibnu Majah)
Setelah datang syariat islam yang juga turut memperjelas perintah berqurban maka hingga kini perintah berkurban tetap menjadi bagian dari ibadah yang harus dilakukan oleh umat muslim yang telah memiliki kemampuan sebagai sarana dalam mendekatkan diri dan mencontoh perilaku mulia nabi-nabi terdahulu.