Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memuliakan bulan sebagaimana Dia memuliakan bulan Ramadhan sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkenaan dengannya Ramadhan Bulan Maghfirah,
“Jika umatku mengetahui apa-apa yang ada di dalam bulan Ramadhan pasti mereka berandai sepanjang tahun adalah Ramadhan. Dia adalah bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka”.
Dia adalah bulan Ramadhan yang di dalamnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an yang menjadi petunjuk bagi manusia dan penjelas bagi petunjuk itu serta pembeda antara yang haq dengan yang batil.
Dia adalah bulan Ramadhan yang di dalamnya diwajibkan kepada kita berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita agar kita bertaqwa. Dia adalah bulan yang dikhususkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan suatu malam kemuliaan (lailatul qadar) yang lebih baik daripada seribu bulan.
Para malaikat dan malaikat Jibril turun di malam itu dengan izin Rabb mereka untuk mengatur segala urusan. Sejahtera malam itu hingga fajar tiba. Dia adalah bulan jika tiba maka dibuka semua pintu surga dan ditutup semua pintu neraka.
Ketika seorang mukmin memulai ibadah puasa maka dia memulai suatu ibadah yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dzat Yang Maha Mengetahui semua yang ghaib.
Oleh sebab itu muncullah sebuah hadits qudsi yang artinya, “Semua amal perbuatan anak Adam miliknya kecuali puasa yang sesungguhnya adalah milikKu dan Aku langsung memberikan pahalanya”.
Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan yang artinya, “Meninggalkan makan, minum, syahwat demi Aku. Puasa adalah untukKu dan Aku sendiri yang memberinya balasan. Kebaikan dengan sepuluh kali lipat balasannya”.
Dari sini manusia belajar muraqabah karena Allah dalam setiap kondisi. Ia menyerap tarbiah yang baik dariNya. Sehingga seseorang memiliki ketaqwaan kepada Allah, yang pada gilirannya dia tidak dilihat oleh Allah sedang melakukan apa-apa yang dilarang dan tidak sedang menyia-nyiakan apa-apa yang diperintahkannya.
Dia menjadi salah seorang dari orang-orang bertaqwa. Orang-orang bertaqwa adalah orang-orang yang menang. Orang-orang bertaqwa adalah orang-orang yang beruntung.
Orang-orang bertaqwa adalah para wali Allah yang tidak ada rasa takut dan mereka tidak bersedih hati. Mereka mendapatkan berita gembira dalam kehidupan di dudia dan di akhirat.
Ketaqwaan adalah tali penghubung dengan Sang Khaliq dan kasih-sayang (rahmat) kepada makhluk. Siapa saja yang kehilangan rahmat ini maka dia termasuk ahli taqwa. Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “…dan rahmatKu meliputi segala sesuatu.
Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi ….”. (QS. Al-A’raf : 156).
Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan rahmatNya untuk orang-orang bertaqwa yang menjadikan tanda mereka yang paling utama adalah semangat mengeluarkan zakat.
Allah menyebutkan hal itu sebelum menyebutkan iman kepada ayat-ayatNya dan mengikuti RasulNya yang merupakan seorang Nabi yang ummy (buta huruf) shallallahu alaihi wa sallam.
Yang demikian itu tiada lain karena zakat adalah tanda sifat kasih-sayang (rahmah) sehingga ia sengaja dengan hartanya bagaimanapuna juga untuk memenuhi janji dengan hartanya itu.
Sehingga ia mengkalkulasinya dengan rasa muraqabah dari Rabbnya, lalu ia mengeluarkan zakat hartanya dan pergi mencari orang-orang fakir, orang-orang miskin dan orang-orang yang sangat membutuhkan yang hanya menunggu kebaikan orang yang akan memberinya sebagian dari karunia Allah yang diberikan kepadanya.
Betapa banyak orang yang merasa bahagia, ridha perasaan lembut yang berhasil ditumbuh-kembangkan oleh rahmah dan kasih-sayang kepada orang-orang lemah. Di bulan puiasa terlihatlah semua perasaan itu dalam wujud memberikan makanan dan ihsan kepada orang-orang fakir.
Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mensifati bulan puasa bahwa dia adalah bulan kasih-sayang. Kasih-sayang adalah ihsan kepada orang lain dan suka mengulurkan tangan memberikan pertolongan kepada mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membuka kasih-sayang ketika bersabda,
”Barangsiapa memberi makan kepada orang berpuasa di dalam bulan itu, maka akan menjadi sarana ampunan bagi semua dosanya dan pembebasan dirinya dari api neraka. Dan baginya pahala yang sama besarnya dengan pahala orang yang berpuasa dengan tidak mengurangi pahalanya sedikitpun.
Para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, tidak semua kami memiliki apa-apa untuk memberikan makan orang berpuasa”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, ”Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi makan orang berpuasa sekalipun berupa sebutir kurma atau seteguk air minum atau sedikit susu”.
Perkaranya, tiada lain adalah rahmah yang membanjir di dalam perasaan sehingga seseorang mengeluarkan apa saja yang ia mampu mengeluarkannya. Orang-orang penyayang akan disayang Dzat yang Rahman. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang artinya, ”Sayangilah oleh kalian semua yang ada di muka bumi maka kalian akan disayangi oleh Dzat yang ada di langit”.
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengampuni seorang hamba yang memenuhi sepatunya untuk memberi minum seekor anjing yang telah kehausan sampai menjilat-jilat tanah karena kehausan yang ia derita. Dia berkata, ”Anjing ini telah kehausan sebagaimana yang menimpaku”. Seorang wanita masuk neraka karena seekor kucing yang ia sekap.
Ia tidak memberinya makan dan minum atau membiarkan mencari makan dari binatang di muka bumi. Orang yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di bulan Ramadhan dengan rahmah ini, maka jadilah rahmah itu syi’ar dan jalannya.
Dia akan lebih sensitif ketika melihat umat, saudara dan tetangganya, sehingga ia mengasihi mereka yang sangat berkebutuhan, memudahkan mereka yang kesulitan, dan memberikan jalan keluar bagi mereka yang tertimpa musibah. Dia pasti akan mendapatkan maghfirah (ampunan) yang ada di pertengahan bulan ini ketika rahmah telah muncul di bagian awalnya.
Ketika dirinya sampai di penghujung bulan beruntung dengan mendapatkan kebebasan dari api neraka. Terakhir wahai para pembaca, tinggal Anda mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan dasar iman dan mengharapkan ridha Allah, maka ia akan keluar dari kungkungan dosa-dosanya sebagaimana ada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. Diterjemah dan diedit dari artikel berjudul : Syahru Ramadhan awwaluhu rahmah wa ausathuhu maghfirah wa akhiruhu itqun min an-naar. Majalah : Al-Alam Al-Islami, edisi : 1539, hal : 12 Oleh : Drs. Asmuni.