Umat Islam selamanya didesak oleh kebutuhan kepada Al-Qur’an untuk mewujudkan kesentosaan, kemajuan dan perkembangannya. Sungguh suatu hikmah mendalam ketika Rasulullah SAW menafiskan Al-Qur’an tidak dilakukan dengan pola penafsiran kata demi kata atau ayat demi ayat, akan tetapi menafsirkan kata di bagian sini dengan kata di bagian sana, ayat di bagian sini dengan ayat di bagian sana di dalam Al-Qur’an. Rasulullah SAW juga tidak mengatakan bahwa tafsirnya membatasi makna, menentukannya lalu mengikatnya.
Rasulullah SAW telah menafsirkan Al-Qur’an dengan tingkah-lakunya lebih banyak daripada dengan ucapannya secara langsung berkenaan dengan makna-maknanya. Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur’an. Akhlak beliau adalah tafsir Al-Qur’an. Dari sinilah muncul firman Allah, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab : 21). Rasulullah SAW telah menafsirkannya dengan hadits-hadits yang cukup banyak dengan cara tidak langsung yang lebih banyak daripada dengan cara langsung.
Ketika Rasulullah SAW sukses menghiasi diri dengan Al-Qur’an, maka tingkah-laku beliau adalah tafsir Al-Qur’an. Jika beliau telah berpadu dengan Al-Qur’an, maka jatidiri beliau adalah tafsir Al-Qur’an. Kehidupan beliau, baik yang positif atau yang negatif, ungkapan atau ketenangan, gerak atau diam, semuanya adalah tafsir Al-Qur’an. Para shahabat meniti jalan kehidupan dengan selalu meneladani beliau sesuai kemampuan mereka dan tak seorangpun dari mereka yang berupaya untuk menafsirkan Al-Qur’an kata demi kata dan ayat demi ayat. Akan tetapi mereka berupaya menyerap petunjuk dari Al-Qur’an dan berupaya dengan sekuat tenaga menjadikan Al-Qur’an sebagai akhlak mereka. Mereka mengamalkan Al-Qur’an dan menjadikannya imam dan petunjuk jalan. Mereka tidak menjadikannya studi teoritis, akan tetapi menjadikannya sebagai petunjuk praktis sehingga sebagian mereka tidak menghafalkan satu surat lalu berpindah ke surat yang lain melainkan setelah mewujudkan semua perintah dan meninggalkan semua larangan yang ada di dalamnya. Mereka telah menjadikannya undang-undang bagi kehidupan mereka dan menegakkannya di hadapan mereka seapanjang proses kehidupan yang mereka jalani. Mereka telah menerapkan kaidah-kaidahnya, berpegang-teguh kepada prinsip-prinsipnya, baik berupa jihad, perjalanan kehidupan, jujur dalam kata-kata, ihsan dalam amal-perbuatan dan ubudiyah yang paling tinggi dan khusyu’ kepada Allah SWT saja. Dengan demikian mereka berhasil mewujudkan sebuah umat yang dicintai oleh Allah dan RasulNya.
Sepanjang zaman Al-Qur’an telah membentuk para tokoh dari mereka yang menjadikannya sebagai imam dan penunjuk jalan, sehingga mereka menjadi suri-tauladan yang sangat tinggi dalam hal kemanusiaan yang tak tertandingi oleh bangsa manapun juga. Al-Qur’an kita ini masih Al-Qur’an yang telah menyatukan berbagai kabilah, menyatukan kelompok-kelompok dan menyatukan hati-hati dan akhirnya membentuk sebuah umat. Al-Qur’an juga telah berhasil mengejawantahkan kaidah-kaidah yang kita banggakan karena dibangun di atas dasar taqwa sejak mula. Dan kini kita yang berada di negara-negara timur Islami dalam proses kebangkitan, perkembangan, bergerak dan tumbuh yang sangat membutuhkan petunjuk dari sumber petunjuk dan sumber kekuatan. Ayat pertama yang turun ke dalam hati Rasulullah SAW adalah ayat yang memerintahkan untuk membaca. Membaca adalah sarana terpenting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan jika bukan ilmu dan pengetahuan yang paling penting. Ayat itu memerintahkan untuk membaca sampai dua kali, menyebutkan materi ilmu tiga kali dan menyebutkan qalam satu kali. Kemudian datanglah ayat berikutnya berkenaan dengan keutamaan ilmu dan perintah untuk belajar serta memuliakan para ulama.
Rasulullah SAW telah memerintahkan agar semuanya berlindung kepada Allah seraya merengek dan berdoa kepadaNya sudi kiranya menambah ilmu. Allah SWT berfirman yang artinya, “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS. Thaha : 114). Yang demikian itu telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yaitu ketika beliau bertawajjuh kepada Allah dengan doa ini. Ternyata sikap beliau yang sedemikian itu merupakan sebuah tarbiah (pendidikan) yang sangat bagus. Karena doa itu muncul dari seorang manusia paling sempurna. Muncul dari Rasulullah SAW manusia dan Rasul paling sempurna, seraya menjelaskan bahwa setinggi apapun ilmu seseorang, maka dia akan merasa kurang dalam hal kecepatan pertambahan ilmunya. Jika Rasulullah SAW sebagai makhluk yang paling sempurna masih berharap kepada Allah sudi kiranya menambah ilmu yang beliau miliki, maka bagaimana dengan kita semua wahai para anggota sebuah umat. Sudahkah kita mengamalkan Al-Qur’an ? Sudahkah kita banyak membca ? Sudahkan kita selalu memohon tambahan ilmu sebagaimana Rasulullah SAW ? Semuanya terpulang kepada kita. Ramadhan yang merupakan bulan Al-Qur’an karena di bulan Ramadhanlah turunnya, harus kita jadikan momentum untuk meneladari Rasulullah SAW dan para shahabatnya dalam mensikapi Al-Qur’an. Semoga Allah memberikan taufiqNya kepada kita semua.